Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menanti Mentari di Pantai Kebumen

Di antara desiran angin laut yang dingin menggigit pada pagi buta dan suara ombak Laut Selatan yang menderu-deru dengan hebat, aku menunggu kehadiran sang bola merah dengan suka cita.

Pada gelapnya langit, dari puncak Bukit Hoed mataku memandang perahu-perahu nelayan berayun-ayun di pesisir Samudera Hindia, kecil-kecil seperti barang mainan. Di sanalah para nelayan sedang berhadapan dengan lautan, menerjang angin sambil mengharap rejeki dari tangkapan ikan-ikan yang bebas berenang.

Nun jauh di bawah sana, ombak yang memukul sepanjang bibir pantai tampak putih seperti kapas membentuk garis ikal ke arah timur yang tak berujung.

Di balik pantai terlihat belukar pepohonan, awan kelabu yang menggantung di atasnya, membuatnya tampak kelam. Namun, mata telanjang tetap dapat menyaksikan hamparan sawah hijau dari kejauhan.  Betapa indahnya pemandangan alam ini, sungguh goresan lukisan yang tiada tara.

Tanpa diduga, sang bola merah sudah menyembul di balik awan kelabu seperti menyapa. Merah. Sungguh merah bolanya. Si bola merah terlihat kecil mirip bola kelereng. Matahari dari timur orang banyak menyebutnya.

Munculnya si bola merah sungguh peristiwa yang mungkin terlihat biasa tapi pada pagi itu menjadi sangat istimewa. Sebab, aku memandang munculnya si bola merah dari bentang alam yang luar biasa.

Kakiku yang beralaskan sandal berpijak di lantai kayu yang basah bukan karena hujan. Embun pagi membasahi hampir seluruh lantai kayu. Tinggal di kota besar, rasanya aku sudah lama sekali tidak lagi merasakan pagi yang berembun. Kota sudah penuh orang, penuh rumah, penuh gedung, penuh kendaraan, penuh pabrik. Mana mungkin embun mau turun?

Kakiku tidak juga mau bergeser, lukisan alam di depanku seakan memakunya. Deru angin yang kencang dari laut  lepas menampar dinding-dinding bukit cadas di sekeliling. Aku mendengarnya seperti suara desing. Suara desing yang tidak bising. Semakin kencang anginnya, semakin kencang desingannya. Aku suka sensasi suara desing angin itu meskipun membuat tubuhku menggigil.

Tanpa disangka, si bola merah ternyata sudah meninggi, sudah tidak merah lagi, tapi  menjadi bola jingga besar. Cahayanya membuat garis ikal putih sepanjang bibir pantai semakin jelas dan terang. 

Sang surya, bentang langit, ombak samudera, hutan, sawah, dan bukit-bukit cadas sungguh membuat tubuhku malas berpindah. Ingin rasanya aku melumat seluruhnya. Mereka membuat bola mataku menari-nari kegirangan karena mendapat hiburan yang sungguh mulia dan agung, goresan Sang Pencipta, yang keindahannya tiada duanya di dunia. Terima kasih Sang Keberadaan, Sang Hyang Widhi, yang membiarkan seluruh panca inderaku menikmati keindahan ciptaanMu.

Lokasi: Bukit Hoed, Segara View, Gombong, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah.

Leave a Comment